ISTINJAK

Publié le par Samir


673690179-small.jpg
ISTINJAK


(Pasal)

    Wajib beristinjak dari sesuatu yang keluar
melalui qubul dan dubur dalam keadaan basah selain
mani (sperma) dengan menggunakan air sampai suci
tempat keluarnya atau (kalau tidak menggunakan air)
dengan menggosok tiga kali gosokan atau lebih
sampai bersih tempat tersebut meskipun masih ada
bekasnya dengan menggunakan sesuatu yang bisa
mencongkel (kotoran) , suci, padat dan tidak
terhormat seperti batu atau daun sekalipun ada air.
    Cara yang kedua ini bisa dipakai kalau memang
kotoran yang keluar tidak berpindah dan belum
kering. Jika kotoran berpindah dari tempatnya atau
sudah kering maka wajib menggunakan air untuk
beristinjak (tidak bisa lagi menggunakan batu atau
semacamnya).


(Pasal)

    Di antara syarat shalat yaitu :
Suci dari hadats besar (dengan mandi atau tayammum
bagi yang tidak mampu [karena ada ‘udzur] mandi).
Sedangkan yang mewajibkan mandi ada 5 perkara :
1. Keluar mani (sperma)
2. Jima’ (bersetubuh)
3. Haidl
4. Nifas
5. Melahirkan.
Fardlu-fardlu mandi ada 2 :
1. Niat menghilangkan hadats besar atau
semisalnya.
2. Meratakan air ke seluruh anggota badan, baik kulit
dan rambut (bulu) walaupun lebat.



(Pasal)

Syarat-syarat bersuci :
1. Islam.
2. Tamyiz (mencapai umur sekiranya bila ditanya
dapat menjawab dengan benar seperti ditanya ada
berapa kali shalat fardlu dalam sehari, berapa kali
kita puasa dalam setahun dan lain-lain).
3. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke
anggota tubuh yang dibasuh.
4. Mengalir airnya (ke anggota tubuh yang dibasuh)
5. Air yang digunakan harus suci dan mensucikan,
yaitu air yang tidak tercabut namanya (dari status
air mutlak) disebabkan tercampur dengan benda
suci lain yang semestinya dapat dihindarkan
darinya seperti : susu, tinta, dan yang serupa
dengan keduanya. Kalau air yang tercampur itu
berubah sehingga tidak lagi disebut air mutlak
(dengan adanya keterangan khusus di bagian
belakang seperti air susu misalnya) maka tidak sah
untuk bersuci. Adapun jika air berubah karena
sesuatu yang tidak memungkinkan (sulit) untuk
dihindarkan darinya seperti berubahnya air karena
sesuatu yang ada di tempat air tersebut atau
tempat mengalirnya atau yang semacamnya yang
sulit menjauhkan air tersebut darinya maka tidak
apa-apa (boleh digunakan) dan air tersebut tetap
suci. Disyaratkan juga air yang digunakan untuk
bersuci tidak berubah disebabkan najis walaupun
perubahannya hanya sedikit. Jika kadar (volume)
air tersebut kurang dari dua qullah, maka
disyaratkan tidak terkena najis yang tidak
dimaafkan, dan syarat kedua air tersebut tidak
musta’mal (telah digunakan) untuk mengangkat
hadats atau menghilangkan najis.


Orang yang tidak mendapatkan air atau
membahayakan dirinya jika menggunakannya maka
dia bisa bertayammum, dengan syarat:
- (bertayammumnya) setelah masuk waktu sholat
- Hilangnya najis yang tidak dimaafkan
- Tayammum dilakukan dengan tanah yang murni
(tidak bercampur dengan abu misalnya) dan suci
mensucikan yang diusapkan pada muka dan kedua
tangan secara berurutan dengan melakukan dua
tepukan (ke tanah) dengan niat supaya
diperbolehkan melaksanakan fardhu shalat. Niat ini
dilakukan bersamaan dengan memindahkan tanah
dan ketika pertama kali mengusap wajah.


673694143.jpg
(Pasal)



Orang yang batal wudlunya haram baginya
melakukan shalat, thawaf, membawa mushaf dan
menyentuhnya (dibolehkan membawa dan
menyentuhnya bagi anak kecil dengan tujuan
mempelajarinya). Diharamkan pula bagi orang yang
junub hal-hal yang telah disebut di atas dan membaca
al-Qur’an serta berdiam diri di masjid. Begitu juga
wanita yang haidl dan nifas tidak boleh melakukan
semua yang telah disebutkan di atas dan juga tidak
boleh melakukan puasa sebelum haidlnya berhenti
dan bercumbu (melakukan istimta’) dengan suami
atau tuannya (jika perempuan tersebut budak/hamba
sahaya) pada bagian di antara pusar dan lutut
sebelum mandi (ada yang berpendapat tidak
diharamkan kecuali bersetubuh saja).


(Pasal)


    Di antara syarat-syarat shalat yaitu suci dari najis
(baik yang ada):
- di badan
- pakaian
- tempat
- dan sesuatu yang dibawa bersamanya (seperti
botol yang berada di sakunya).
    Jika seseorang terkena najis atau sesuatu yang
dibawanya terkena najis maka batal shalatnya kecuali
jika ia lemparkan seketika itu dan najis tersebut padat
atau termasuk najis yang dimaafkan seperti darah dari
luka di tubuhnya.
Dan wajib bagi seseorang untuk
menghilangkan najis yang tidak dimaafkan dengan
membersihkan bendanya (najis) ; rasa, warna dan
    Cara mensucikan najis Hukmiyah adalah
dengan menyiramkan air pada benda yang terkena
najis. Najis hukmiyah adalah najis yang sudah hilang
warna, rasa dan baunya.
    Dan najis kalbiyyah (karena jilatan anjing) cara
menghilangkannya dengan mencuci sebanyak 7x salah
satunya dicampur dengan debu yang suci, dan
basuhan air untuk menghilangkan najis yang ada pada
bendanya walaupun berkali-kali dianggap satu kali.
Dan disyaratkan (dalam menghilangkan najis) untuk
mengalirkan (bukan dengan meletakkan benda yang terkena
najis dalam bejana air) jika airnya sedikit (kurang dari dua
qullah).
baunya, dengan air yang suci dan mensucikan.


(Pasal)


Di antara syarat-syarat shalat yaitu :
1. Menghadap kiblat
2. Masuknya waktu shalat
3. Islam
4. Tamyiz (yaitu seorang anak telah sampai
pada umur tertentu dimana ia telah
mampu memahami pembicaraan serta
menjawab pertanyaan)



(Pasal)


Rukun – rukun shalat itu ada tujuh belas:
1. Berniat dalam hati untuk melakukan shalat dan
menjelaskan sebabnya atau waktunya (kalau
memang shalat tersebut memiliki sebab atau
waktu tertentu) dan diniatkan fardliyahnya
(kewajibannya) pada shalat fardlu.
2. Mengucapkan Allahu akbar (takbiratul ihram)
sekiranya ia sendiri bisa mendengar suaranya
sebagaimana hal ini juga dilakukan pada setiap
rukun qauli .
3. Berdiri dalam shalat fardlu bagi yang mampu.
4. Membaca al Fatihah dengan Basmalah dan semua
tasydid-tasydidnya dan disyaratkan muwalah
(bersambungan; tidak terputus dengan
berhenti/diam yang lama misalnya) dan tartib
serta mengeluarkan huruf sesuai makhrajnya dan
tidak melakukan kesalahan pada bacaan yang
sampai merubah makna seperti mendlammahkan
huruf “TA” pada kalimat أنعمت , dan diharamkan
salah baca yang tidak merubah makna akan
tetapi hal tersebut tidak membatalkan shalat.
5. Ruku' dengan membungkukkan badan sekiranya
kedua telapak tangannya bagian dalam sampai
pada kedua lututnya.
6. Thuma'ninah ketika ruku' dengan kadar membaca



673935962-small.jpg





Subhanallah. Thuma'ninah adalah diamnya seluruh

persendian tulang (anggota badan) pada posisinya
sekaligus (serentak).
7. I’tidal yaitu berdiri tegak setelah ruku'.
8. Thuma'ninah ketika i'tidal.
9. Sujud dua kali yaitu dengan meletakkan dahinya
semuanya atau sebagiannya pada tempat
shalatnya dalam keadaan terbuka dan melakukan
penekanan padanya serta menjadikan bagian
bawah (belakang) badannya lebih tinggi dari
bagian atas (depan)nya (at-Tankis), meletakkan
sebagian dari kedua lututnya dan bagian dalam
kedua telapak tangannya dan bagian dalam jari –
jari kedua kakinya. Sebagian ulama di luar
mazhab Syafi'i mengatakan : "Tidak disyaratkan
dalam sujud at-Tankis, maka seandainya
kepalanya lebih tinggi dari pada duburnya sah
shalatnya menurut mereka”.
10. Thuma'ninah dalam sujudnya.
11. Duduk di antara dua sujud.
12. Thuma'ninah ketika duduk.
13. Duduk untuk tasyahhud akhir dan bacaan
sesudahnya yaitu shalawat dan salam kepada
Nabi.
14. Tasyahhud akhir , yaitu membaca :


لاَ ِإله َإلاَّ اللهُ وَأشهد َأنَّ محمدا رسولُ اللهِ.

Atau paling sedikitnya membaca:


رسولُ اللهِ.

paling sedikit membaca:

16. Mengucapkan salam dan paling sedikit
membaca :  َال  سلاَم علَيكُم

meninggalkannya (tertib) seperti melakukan
sujud sebelum ruku' maka batal shalatnya. Dan
jika dia lupa maka hendaklah dia kembali ke
posisi yang ia lupa kecuali dia pada posisi
tersebut (tetapi dalam raka’at lain) atau
setelahnya maka dia menyempurnakan
raka'atnya dan raka'at di mana dia ada yang lupa
salah satu gerakannya tidak dihitung (diabaikan),
maka jika dia tidak ingat bahwa dia telah
meninggalkan ruku' kecuali setelah ia ruku' pada
raka'at sesudahnya atau ketika sujud pada raka'at
sesudahnya maka gerakan yang ia lakukan antara
yang demikian itu diabaikan (tidak dihitung)
ورحمةُ اللهِ وبركَاته، َال  سلاَم علَينا وعلَى عباد اللهِ ال  صالحين َأش هد َأنْ وعلَى عباد اللهِ ال  صالحين َأشهد َأنْ لاَ ِإله ِإلاَّ اللهُ وَأش هد َأنَّ محم دا 15. Shalawat kepada Nabi Shalallahu 'alayhi wa sallam 17. Tertib (berurutan). Dan jika dia sengaja

(Pasal)


    Shalat jama'ah itu fardlu kifayah bagi laki–laki
yang merdeka, mukim, baligh dan yang tidak ada
udzur, dan pada shalat jum’at fardlu 'ain bagi mereka
jika ada empat puluh orang yang mukallaf, mustawthin,
bertempat tinggal pada bangunan permanen bukan
dalam kemah/tenda karena bagi mereka yang sedang
berkemah tidak wajib untuk melakukan shalat jum’at.
    Dan wajib (melakukan sholat Jum’at) bagi orang yang
berniat untuk menetap (di Balad al Jum’ah) selama
empat hari penuh (yaitu selain hari masuk dan hari
keluar) dan juga wajib (melakukan sholat Jum’at) bagi
orang yang mendengar suara adzan seorang
muadzdzin yang keras suaranya dari ujung daerah
yang berdekatan dengan Balad al Jum’ah.
Dan syarat– syaratnya :
1. Waktu dzuhur
2. Dua kali khuthbah (di waktu Zhuhur) sebelum
sholat yang didengarkan oleh empat puluh.
3. Dilakukan dengan cara berjamaah dengan empat
puluh orang tersebut.
4. Tidak dilaksanakan shalat jum'at lain pada satu
daerah. (jika ternyata dilaksanakan dua shalat
Jum’at) maka jika salah satu di antara keduanya
mendahului yang lainnya dalam takbiratul ihramnya
sholat Jum’at yang sah adalah yang lebih dahulu
selesai takbiratul ihramnya dan yang belakangan
tidak sah, yang demikian ini jika memang
memungkinkan mereka berkumpul pada satu
tempat (masjid), akan tetapi jika sulit untuk
berkumpul pada satu masjid maka keduanya sah
yaitu yang lebih dahulu selesai takbiratul ihramnya
dan yang belakangan.



    Rukun– rukun dua khutbah:

1. Memuji Allah, dan shalawat kepada Nabi, dan
berwasiat untuk bertaqwa pada kedua khuthbah.
2. Membaca ayat yang bisa difahami pada salah satu
dari kedua khutbah.
3. Membaca doa untuk orang-orang mukmin pada
khutbah yang kedua.
Dan syarat-syarat dua khuthbah :
1. Suci dari dua hadats (besar dan kecil) dan dari
najis pada badan, pakaian dan sesuatu yang
dibawa.
2. Menutup aurat.
3. Berdiri.
4. Duduk di antara kedua khuthbah dan
bersambungan antara rukun-rukun keduanya.
5. Bersambungan antara kedua khutbah dengan
shalat.
6. Kedua khutbah (rukun-rukunnya) disampaikan
dalam bahasa Arab.



673722537-small.jpg(Pasal)


    Wajib bagi setiap orang yang bermakmum
baik pada shalat jum’at dan selainnya :
1. Tidak mendahului imam pada posisi berdirinya dan
ketika mengucapkan takbiraktul ihram, bahkan batal
kalau dia berbarengan pada waktu membaca
takbiratul ihram dan membarengi imam pada selain
takbiratul ihram hukumnya makruh kecuali pada
bacaan amin.
2. Diharamkan mendahului imam dengan satu rukun
fi'li dan batal shalatnya makmum apabila
mendahului imam dengan dua rukun fi'li berturut–
turut yang panjang atau satu panjang dan yang satu
lagi pendek tanpa udzur. Dan begitu juga tertinggal
dari gerakan imam sebanyak dua rukun yang
berturut-turut tersebut tanpa udzur, atau lebih dari
tiga rukun yang panjang walaupun karena udzur.


    Maka seandainya seseorang tertinggal karena
masih menyempurnakan bacaan al fatihah sehingga
imam selesai rukuk dan dua sujud lalu imam
duduk untuk tasyahhud atau imam berdiri maka
makmum harus segera meningalkan bacaan al
fatihahnya dan menyesuaikan diri dengan posisi
imam dan makmum menambah satu raka'at setelah
imam salam dan jika dia menyempurnakannya
(bacaan al fatihah) sebelum demikian itu (duduk
untuk tasyahhud atau berdiri untuk rakaat
berikutnya) maka dia mengerjakan sendiri sesuai
tertibnya.
3. Mengetahui pergantian gerakan imam.
4. Harus berkumpul dalam masjid atau jika tidak
maka pada jarak tiga ratus hasta (tangan).
5. Tidak terhalang antara keduanya (imam dan
makmum) oleh suatu penghalang yang tidak bisa
dilewati.
6. Harus sama gerakan shalat keduanya, maka tidak
sah orang yang melakukan shalat fardlu
(bermakmum) di belakang orang yang sedang
shalat jenazah.
7. Keduanya tidak berbeda pada gerakan sunnah
yang perbedaan tersebut dianggap parah, seperti
tasyahhud awal; antara melakukan dan
meninggalkan yakni jika imam duduk (untuk
tasyahhud awal) maka makmum harus duduk dan
jika imam berdiri (tidak melakukan tasyahhud awal
karena lupa) maka makmum harus berdiri
mengikuti imam.
8. Niat iqtida' (bermakmum) saat takbiratul ihram pada
shalat jum'at dan sebelum mengikuti (gerakan
imam) dan menunggu dalam waktu yang lama
pada selainnya. Yakni sebelum mengikutinya
dengan sengaja, maka jika dia mengikuti imam
(dengan sengaja) tanpa niat (bermakmum) maka
rusaklah shalatnya, dan demikian juga kalau dia
menunggu sampai lama lalu mengikutinya.


    Adapun kalau dia mengikutinya karena kebetulan
gerakannya sama tanpa niat (bermakmum) maka
tidak batal shalatnya. Kesimpulannya, jika dia
mengikutinya dengan sengaja (tanpa niat
bermakmum) maka shalatnya rusak baik dengan
menunggu lama atau tidak, adapun jika dia
menunggunya lama dan tidak mengikutinya pada
rukun fi'li (perbuatan) maka tidak batal shalatnya.
Dan wajib bagi imam untuk niat menjadi imam
pada shalat jum’at dan shalat mu'adah, adapun pada
selain keduanya hal tersebut hanya disunnahkan. Yang
dimaksud dengan shalat mu'adah adalah shalat yang
dikerjakan untuk kedua kalinya setelah dia shalat
berjama'ah atau sendirian jika dia mendapatkan
seseorang yang hendak shalat kemudian dia shalat
bersamanya agar orang tersebut juga mendapatkan
fadlilah shalat berjamaah.


(Pasal)


    Memandikan mayat, mengkafaninya,
menshalatinya, dan memakamkannya adalah fardlu
kifayah jika mayat tersebut muslim dan dilahirkan
dalam keadaan hidup, dan juga fardlu kifayah
mengkafani dan mengkebumikan mayit kafir dzimmi.

    Adapun bayi yang lahir karena keguguran dan
meninggal wajib dimandikan, dikafani, dikebumikan,
keduanya (Dzimmi dan bayi yang meninggal karena
keguguran) tidak dishalatkan.
    Dan barangsiapa yang mati dalam peperangan
melawan orang kafir maka dia dikafankan dengan
pakaian yang ia kenakan, jika tidak cukup maka
ditambah dengan kain kafan lalu dikebumikan, tidak
dimandikan dan tidak dishalatkan.
    Cara memandikan sedikitnya adalah:
menghilangkan najis dan meratakan air pada seluruh
badan dan rambut meskipun rambutnya lebat cukup
sekali dengan air yang suci.
    Cara mengkafani sedikitnya adalah : menutupi
semua badan dan tiga lapis kain bagi orang yang
mempunyai harta peninggalan yang lebih dari
hutangnya dan dia tidak berwasiat untuk tidak
dikafani dengan tiga lapis kain.
    Cara menshalatkannya sedikitnya adalah: niat
menshalatinya, niat fardliyahnya, menentukan
mayatnya (yang disholati) walaupun hanya dengan
isyarat dalam hati dan dengan mengucapkan : 
َاللهُ َأكْب ر
dalam keadaan berdiri jika dia mampu, kemudian
membaca al Fatihah, kemudian membaca: َاللهُ َأكْب  ر
kemudian membaca:  َالله َأكْبر َال  سلاَم علَ يكُم .
Dalam sholat
jenazah ini harus juga dipenuhi semua syarat-syarat
shalat dan ditinggalkan hal-hal yang membatalkannya.
    Cara memakamkannya sedikitnya adalah:
menggali lubang yang sekiranya dapat
menyembunyikan baunya dan menjaganya dari
binatang buas. Disunnahkan mendalamkan lubang
kuburan seukuran tinggi orang berdiri sambil
mengangkat tangannya ke atas dan meluaskannya.
Dan wajib menghadapkannya ke arah kiblat dan tidak
dibolehkan memakamkannya dalam Fisqiyyah (laci
mayat) .

Publié dans POKOK-POKOK AQIDAH

Pour être informé des derniers articles, inscrivez vous :
Commenter cet article